Rencana ini mungkin boleh dikembangkan melalui teks yang diterjemah daripada rencana yang sepadan dalam Wikipedia Bahasa Inggeris. (Ogos 2022)
Klik [tunjuk] pada sebelah kanan untuk melihat maklumat penting sebelum menterjemahkan.
|
Takwim Jawa atau penanggalan Jawa (Hanacaraka: ꦥꦤꦁꦒꦭ꧀ꦭꦤ꧀ꦗꦮ; Pegon: ڤناڠڮالان جاوه ; translit. Pananggalan Jawa) adalah sistem pentarikhan atau penanggalan (terbitan kata dasar tanggal, "hari bulan"[1]) yang digunakan oleh Kesultanan Mataram dan banyak kerajaan pecahan serta naungan pengaruh ia. Penanggalan ini memiliki keistimewaan kerana memadukan sistem takwim-takwim dipakai Islam dan Hindu, dan sedikit unsur Barat dari takwim Julius yang pernah dipakai masyarakat Barat dahulu.
Sistem kalender Jawa memakai dua kitaran hari: kitaran mingguan yang terdiri dari tujuh hari (Ahad sampai Sabtu, saptawara) dan kitaran pekan atau minggu pancawara yang terdiri dari lima hari pasaran. Pada tahun 1633 Masihi (1555 Saka), Sultan Agung berusaha keras menanamkan agama Islam di Jawa; salah satu upayanya adalah mengeluarkan titah yang mengganti penanggalan Saka yang berasaskan edaran matahari dengan sistem berasaskan edaran bulan atau "kamariah" . Uniknya, angka tahun Saka tetap dipakai dan diteruskan, tidak menggunakan perhitungan dari tahun Hijriyah (saat itu 1043 H). Hal ini dilakukan demi asas kesinambungan, sehingga tahun saat itu yang adalah tahun 1555 Saka diteruskan menjadi tahun 1555 Jawa.
Titah Sultan Agung berlaku di seluruh wilayah Kesultanan Mataram merangkumi hampir seluruh pulau Jawa dan Madura kecuali Banten, Batavia dan Banyuwangi yang tidak termasuk wilayah kekuasaan Sultan Agung; malah pulau-pulau Bali, Sumatra dan Kalimantan yang mendapatkan pengaruh budaya orang Jawa juga tidak ikut mengambil alih kalender karangan Sultan Agung ini.
Daftar bulan Jawa Islam
Di bawah ini disajikan nama-nama bulan Jawa Islam. Sebagian nama bulan diambil dari Kalender Hijriyah dengan nama-nama Arab, tetapi beberapa di antaranya menggunakan nama dalam bahasa Sanskerta seperti Pasa, Séla, dan kemungkinan juga Sura, sedangkan nama Apit dan Besar berasal dari bahasa Jawa dan bahasa Melayu. Nama-nama ini adalah nama bulan qamari atau cendera (lunar).
No | Bulan penanggalan | Bilangan hari sebulan | Catatan |
---|---|---|---|
1 | Sura | 30 | |
2 | Sapar | 29 | |
3 | Mulud atau Rabingulawal [2] | 30 | Dinamakan sempena hari kelahiran Nabi Muhammad (Mawlud) |
4 | Bakda Mulud atau Rabingulakir | 29 | "selepas Mawlud" |
5 | Jumadilawal | 30 | |
6 | Jumadilakir | 29 | |
7 | Rejeb | 30 | |
8 | Ruwah (Arwah, Saban) | 29 | Berkaitan dengan Nisfu Sya'ban saat amalan segala "arwah" manusia selama setahun dicatat. |
9 | Pasa (Puwasa, Siyam, Ramelan) | 30 | Berkaitan dengan puasa bulan Ramadan |
10 | Sawal | 29 | Sempena Syawal |
11 | Séla (Dulkangidah, Apit) * | 30 | Dari akar besar Austronesia (Jawa/Melayu), bererti "batu" yang berhubungan dengan lemah “tanah” mengganti nama lama Apit Lemah |
12 | Besar (Dulkahijjah) | 29/30 | Dari akar besar Austronesia (Jawa/Melayu) |
Jumlah hari dikira | 354/355 |
Nama-nama bulan tersebut adalah sebagai berikut:
- Warana • Sura, erti: rijal
- Wadana • Sapar, erti: wiwit
- Wijangga • Mulud, erti: kanda
- Wiyana • Bakda Mulud, erti: ambuka
- Widada • Jumadilawal, erti: wiwara
- Widarpa • Jumadilakir, erti: rahsa
- Wilapa • Rejeb, artiya purwa
- Wahana • Ruwah, erti: dumadi
- Wanana • Pasa, erti: madya
- Wurana • Sawal, erti: wujud
- Wujana • Séla, erti: wusana
- Wujala • Besar, erti: kosong
Kaedah penghitungan
Takwim ini berusaha menggabungkan tempoh peredaran bulan, tempoh saptawara (mingguan) dan pancawara (pasaran) dan membuat rumusan agar penanggalan mudah dipahami oleh masyarakat luas dengan cara sederhana. Untuk memperoleh rumusan tersebut, maka diambil perhitungan kitaran 8 tahun yang disebut windu. Dalam 1 windu, pergantian tahun (tanggal 1 bulan Sura) selalu jatuh pada hari-hari tertentu dan membentuk pola yang akan berulang pada windu berikutnya.
Pada awal diterapkannya kalender Jawa pada tahun 1555J, ditentukan tanggal 1 Sura pada tahun Alip selalu jatuh pada hari Jumat Legi. Namun untuk penyesuaian kitaran bulan yang sesungguhnya maka setiap kurup (tempoh 120 tahun/15 windu) ada 1 hari yang dihilangkan sehingga pada saat ini tanggal 1 Sura tahun Alip jatuh pada hari Selasa Pon, sehinga disebut dengan kurup Alip Selasa Pon/kurup Asapon.
Di bawah, disajikan nama-nama tahun dalam satu windu pada kurup Asapon:[3]
# | Nama tahun | tanggal 1 Sura jatuh pada hari | Hari |
---|---|---|---|
1 | Alip | Selasa Pon | 354 |
2 | Ehé | Sabtu Pahing | 355 |
3 | Jimawal | Kamis Pahing | 354 |
4 | Jé | Senin Legi | 354 |
5 | Dal | Jumat Kliwon | 355 |
6 | Bé | Rabu Kliwon | 354 |
7 | Wawu | Ahad Wage | 354 |
8 | Jimakir | Kamis Pon | 355 |
Total | 2.835 |
Jumlah hari adalah 2.835, genap dibagi 35 hari pasaran.
Setelah diketahui hari pada 1 Sura, untuk menentukan hari pertama setiap bulan maka juga dibuat rumusan untuk memudahkan sebagai berikut:[4]
Rumus | arti |
---|---|
Parluji | Sapar telu siji (3-1) |
Nguwalpatma | Rabiulawal papat lima (4-5) |
Ngukirnemma | Rabiulakhir enem lima (6-5) |
Diwaltupat | Jumadilawal pitu papat (7-4) |
Dilkirropat | Jumadilakhir loro papat (2-4) |
Jeplulu | Rejeb telu-telu (3-3) |
Banmalu | Syaban lima telu (5-3) |
Lannemro | Ramlan (Pasa) enem loro (6-2) |
Waljiro | Syawal siji loro (1-2) |
Dahroji | Dulkaidah loro siji (2-1) |
Jahpatji | Dulkijah papat siji (4-1) |
Penerapan rumus di atas adalah misalnya ingin mengetahui tanggal 1 Ramlan/Pasa tahun Wawu 1953J/2020M pada hari apa, maka langkahnya adalah :
- tahun Wawu tanggal 1 Sura dimulai hari Ahad Wage
- rumus bulan Pasa adalah Lannemro (6-2) erti: dihitung hari keenam dari Ahad (hasilnya Jumat) dan hari kedua dari Wage (hasilnya Kliwon) sehingga tanggal 1 Pasa jatuh pada hari Jumat Kliwon.
Nama Tahun
Nama-nama tahun tersebut adalah sebagai berikut:
- Purwana • Alip, erti: ada-ada (mulai berniat)
- Karyana • Ehé, erti: tumandang (melakukan)
- Anama • Jemawal, erti: gawé (pekerjaan)
- Lalana • Jé, erti: lelakon (proses, nasib)
- Ngawana • Dal, erti: urip (hidup)
- Pawaka • Bé, erti: bola-bali (selalu kembali)
- Wasana • Wawu, erti: marang (arah)
- Swasana • Jimakir, erti: suwung (kosong)
Windu sendiri bergulir selama empat putaran (32 tahun Jawa): Adi, Kuntara, Sangara, dan Sancaya.
kitaran Kurup
Meskipun takwim Jawa telah beralih sistem pada zaman Sultan Agung, para ahli penanggalan masih terus mengamati ketepatan perhitungannya dengan kalender hijriyah/lunar yang berdasarkan pengamatan visual (rukyat). Kitaran takwim Jawa memiliki 3 tahun kabisat setiap 1 windu sedangkan takwim Hijriyah memiliki 11 tahun kabisat setiap 30 tahun sehingga dalam kurun 120 tahun (15 windu) jumlah tahun Jawa kabisat ada 45 sedangkan tahun hijriyah ada 44 sehingga ada 1 hari setiap 120 tahun yang harus dibuang. kitaran 120 tahun ini disebut kurup.
Nama kurup | tahun mula | tahun akhir | jumlah tahun | 1 Sura tahun Alip pada hari |
---|---|---|---|---|
Alif Jam'iyah Lêgi | Alif 1555 | Jimakir 1674 | 120 | Jumat legi |
Alif Kamsiyah Kliwon | Alif 1675 | Ehe 1748 | 74 | Kamis Kliwon |
Alif Arba'iyah Wage
(Aboge) |
Jimawal 1749 | Jimakhir 1866 | 118 | Rabu Wage |
Alif Selasa Pon
(Asapon) |
Alif 1867J/1936M | Jimakir 1986 | 120 | Selasa Pon[5] |
Susuhunan Pakubuwana V dari Kasunanan Surakarta memutuskan untuk mengakhiri Kurup Kamis Kliwon pada tahun 1748J meskipun baru berjalan 9 windu kerana para ahli menyadari penanggalan Jawa masih tertinggal 1 hari dibandingkan kalender hijriyah sehingga tahun Ehe 1748 yang seharusnya kabisat (355 hari) dibuat hanya 354 hari. Sebagian ahli menyatakan langkah tersebut terlambat dilakukan kerana akan lebih tepat jika pergantian kurup seharusnya dilakukan pada 2 tahun sebelumnya iaitu tahun Alip 1747.[6] Konsekuensi dari keterlambatan ini maka umur kurup Arbaiyah Wage hanya 118 tahun. Namun Kasultanan Yogyakarta tidak membuat keputusan serupa sehingga penanggalan di kedua wilayah terjadi selisih selama beberapa tahun dan baru mengikuti Surakarta pada Jimakir 1794J/1865M atas perintah Sultan Hamengkubuwana VI dan menyekapati kurup tersebut akan berakhir pada tahun Jimakir 1866.[7]
Pengaruh kurup dalam peribadahan
Meskipun kedua kerajaan telah sepakat kurup Aboge berakhir pada tahun Jimakir 1866 dan berganti menjadu kurup Asapon, sebagian masyarakat yang jauh dari kraton tetap menggunakan kalender berdasarkan kurup Alip Rabu Wage (Aboge) sehingga dalam penentuan tanggal 1 Pasa (Ramadan) dan 1 Sawal (Syawal) sehingga mereka memulai puasa dan Idul Fitri terlambat sehari dibanding masyarakat pada umumnya. Hal ini terjadi pada beberapa komunitas kecil di Banyumas, Purbalingga, Cilacap[8] dan Probolinggo[9] yang menyebut dirinya Islam Aboge.[8] Kurangnya kesadaran terhadap perubahan kurup Aboge menjadi Asapon pada tahun Alif 1867J/1936M diduga disebabkan oleh memudarnya pengaruh kraton pada masyarakat Jawa yang jauh dari lingkungan kraton pada masa itu.[10]
Pembagian pekan
Orang Jawa pada masa pra Islam mengenal pekan yang lamanya tidak hanya tujuh hari saja, tetapi dari 2 sampai 10 hari. Pekan-pekan ini disebut dengan nama-nama dwiwara, triwara, caturwara, pañcawara (pancawara), sadwara, saptawara, astawara dan sangawara. Zaman sekarang hanya pekan yang terdiri atas lima hari dan tujuh hari saja yang dipakai, tetapi di pulau Bali dan di Tengger, pekan-pekan yang lain ini masih dipakai.
Pekan yang terdiri atas tujuh hari dihubungkan dengan sistem bulan-bumi. Gerakan (solah) dari bulan terhadap bumi berikut adalah nama dari ke tujuh nama hari tersebut:
- Radite • Minggu, melambangkan meneng (diam)
- Soma • Isnin, melambangkan maju
- Hanggara • Selasa, melambangkan mundur
- Budha • Rabu, melambangkan mangiwa (bergerak ke kiri)
- Respati • Khamis, melambangkan manengen (bergerak ke kanan)
- Sukra • Jumaat, melambangkan munggah (naik ke atas)
- Tumpak • Sabtu, melambangkan temurun (bergerak turun)
Minggu lima hari ini disebut sebagai pasar oleh orang Jawa dan terdiri dari hari-hari:
Hari-hari pasaran merupakan posisi sikap (patrap) dari bulan sebagai berikut:
- Kliwon • Asih, melambangkan jumeneng (berdiri)
- Legi • Manis, melambangkan mungkur (berbalik arah kebelakang)
- Pahing • Pahit, melambangkan madep (menghadap)
- Pon • Petak, melambangkan sare (tidur)
- Wage • Cemeng, melambangkan lenggah (duduk)
Kemudian sebuah minggu tujuh hari ini iaitu yang juga dikenal di budaya-budaya lainnya, memiliki sebuah kitaran yang terdiri atas 30 pekan. Setiap pekan disebut satu wuku dan setelah 30 wuku maka muncul kitaran baru lagi. kitaran ini yang secara total berjumlah 210 hari adalah semua kemungkinannya hari dari pekan yang terdiri atas 7, 6 dan 5 hari berpapasan.
Penampakan bulan dalam penanggalan Jawa adalah seperti berikut:
- Tanggal 1 bulan Jawa, bulan kelihatan sangat kecil seperti garis, ini dimaknakan dengan seorang bayi yang baru lahir, yang lama-kelamaan menjadi lebih besar dan lebih terang.
- Tanggal 14 bulan Jawa dinamakan "purnama sidhi", bulan penuh melambangkan dewasa yang telah bersuami isteri.
- Tanggal 15 bulan Jawa dinamakan "purnama", bulan masih penuh tetapi sudah ada tanda ukuran dan cahayanya sedikit berkurang.
- Tanggal 20 bulan Jawa dinamakan "panglong", orang sudah mulai kehilangan daya ingatannya.
- Tanggal 25 bulan Jawa dinamakan "sumurup", orang sudah mulai diurus hidupnya oleh orang lain kembali seperti bayi layaknya.
- Tanggal 26 bulan Jawa dinamakan "manjing", di mana hidup manusia kembali ketempat asalnya menjadi rijal lagi.
- Sisa hari sebanyak empat atau lima hari melambangkan saat di mana rijal akan mulai dilahirkan kembali kekehidupan dunia yang baru.
Daftar bulan Jawa matahari
Pada tahun 1856 Masihi, kerana penanggalan kamariah dianggap tidak memadai sebagai patokan para petani yang bercocok tanam, maka bulan-bulan musim atau bulan-bulan surya yang disebut sebagai pranata mangsa, diresmikan oleh Sunan Pakubuwana VII.[11] Sebenarnya, pranata mangsa ini adalah pembagian bulan yang sudah digunakan pada zaman pra-Islam, hanya saja disesuaikan dengan penanggalan tarikh kalender Gregorian yang juga merupakan kalender surya dan meninggalkan tarikh Hindu; akibatnya, umur setiap mangsa berbeda-beda.
No | Penanggalan Jawa | Awal | Akhir |
---|---|---|---|
1 | Kasa | 23 Jun | 2 Ogos |
2 | Karo | 3 Ogos | 25 Ogos |
3 | Katiga (Katelu) | 26 Ogos | 18 September |
4 | Kapat | 19 September | 13 Oktober |
5 | Kalima | 14 Oktober | 9 November |
6 | Kanem | 10 November | 22 Disember |
7 | Kapitu | 23 Disember | 3 Februari |
8 | Kawolu | 4 Februari | 1 Maret |
9 | Kasanga | 2 Mac | 26 Mac |
10 | Kadasa | 27 Mac | 19 April |
11 | Dhesta* | 20 April | 12 Mei |
12 | Sadha* | 13 Mei | 22 Jun |
Keterangan
- Dalam bahasa Jawa Kuno, mangsa kesebelas disebut Apit Lemah, sedangkan mangsa keduabelas disebut sebagai Apit Kayu. Nama Dhesta diambil dari nama bulan kesebelas penanggalan Hindu dari bahasa Sanskrit iaitu Jyeṣṭha. Nama Sadha diambil dari kata Āṣāḍha yang merupakan bulan kedua belas.
Lihat pula
Rujukan
- ^ Wojowasito (1977). "tanggal". Kamus Jawa Kuno (Kawi)-Indonesia. Malang: CV. Pengarang. m/s. 261.
- ^ Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Tjokroningrat, Kitab Primbon Betaljemur Adammakna, Penerbit CV Buana Raya, 2017.
- ^ (Belanda) Landsdrukkerij (Batavia), Landsdrukkerij (Batavia) (1837). Almanak van Nederlandsch-Indië voor het jaar. Lands Drukkery. m/s. 12.
- ^ Anonim. [Petung] - c. 1920 (dalam bahasa Jawa).
- ^ Tanaya. Kabudayan Paugeraning Taun Jawa - 1971 (dalam bahasa Jawa).
- ^ Tanaya. Kabudayan Paugeraning Taun Jawa - 1971 (dalam bahasa Jawa).
- ^ Dorp, Van. Serat Pananggalan - 1865 (dalam bahasa Jawa).
- ^ a b Andryanto, Dian (2017-06-27). "Baru Hari Ini, Penganut Islam Aboge Salat Idul Fitri". Tempo (dalam bahasa Inggeris). Dicapai pada 2020-07-08.
- ^ Rofiq, M. "Jemaah Aboge di Probolinggo Lebaran Hari ini". detiknews (dalam bahasa Indonesia). Dicapai pada 2020-07-08.
- ^ Media, Kompas Cyber. "Kalender Jawa, Akulturasi Budaya Islam-Hindu". KOMPAS.com (dalam bahasa Indonesia). Dicapai pada 2020-07-08.
- ^ Tanojo R. 1962. Primbon Djawa (Sabda Pandita Ratu). TB Pelajar. Surakarta. pp 36–45
Bacaan lanjut
- Pigeaud, Th., 1938, Javaans-Nederlands Woordenboek. Groningen-Batavia: J.B. Wolters
- Ricklefs, M.C., 1978, Modern Javanese historical tradition: a study of an original Kartasura chronicle and related materials. London: School of Oriental and African Studies, University of London
Pautan luar
- Lebih lanjut mengenai Kalender Jawa. Halaman web ini memberikan informasi yang sedikit berbeda dan ada beberapa hal yang tidak tepat.
- Kelender Jawa Lengkap. Halaman web ini memberikan informasi lebih lengkap mengenai perabot penanggalan Jawa, antara lain: Kurup, Windu, Lambang Windu, Tahun, Lambang Tahun, Sasi, Mangsa, Wuku, Lintang, Padangon, Padewan, Dina, Lambang Dina, Paringkelan, Pasaran, Paarasan, Pancasuda, Kamarokam, Watak Sasi dan Watak Dina.
- (Inggeris) weton.m Fungsi MATLAB yang menghitungkan Weton, Dina, Wulan, Taun, Windu, Kurup dan Dina Mulyo dari tanggal berapa saja. Ada juga fungsi Perl untuk menghitung wetonan. Perangkat lunak sumber terbuka (open source).