Jeme Besemah ملايو بسماح | |
---|---|
Jumlah penduduk | |
± 747,000 | |
Kawasan ramai penduduk | |
Indonesia (Sumatera Selatan)[1] | |
Kawasan pentadbiran | |
Pagar Alam[1] | 746,000 |
Empat Lawang[1] | 1,000 |
Bahasa | |
| |
Agama | |
Orang Melayu Basemah (Basemah: Jeme Besemah)[2] (juga dieja sebagai Pasemah, Pesemah, atau Besemah) Jawi: اورڠ ملايو بسماح ialah satu sub-etnik atau suku Melayu Indonesia yang mempunyai asal-usul daripada wilayah Basemah. Mereka juga mendiami kawasan berdekatan, seperti wilayah kota Pagaralam, kabupaten Empat Lawang, kabupaten Lahat, Ogan Komering Ulu Selatan, dan Muara Enim.Suku bangsa ini mempunyai lebih kurang 747,000 orang yang ramai duduk di negeri Sumatra Selatan di Indonesia.[1] Suku bangsa ini juga banyak yang merantau ke daerah-daerah di provinsi Bengkulu. Suku Pasemah merupakan salah satu suku bangsa asli yang berasal dari wilayah Sumatera Selatan yang memiliki kerabatan dengan suku Melayu dan Komering yang juga sudah ratusan tahun tinggal di Sumatera Selatan.
Asal usul
Orang Pasemah yang sekarang paling identik adalah Kota Pagar Alam, Lahat, Muara Enim dan Empat Lawang. Empat Lawang merupakan kabupaten baru pemerkaran dari Kabupaten Lahat. Sedangkan Muara Enim yang merupakan suku Basemah adalah daerah sekitar Semendo, kurang lebih 50km dari kota Muara Enim.
Suku Pasemah di Provinsi Bengkulu dapat dibezakan atas dua kelompok, yaitu Pasemah Kedurang dan Pasemah Padang Guci. Kedua kelompok ini mempunyai cerita yang berbeza mengenai asal-usul mereka.[3]
Suku Pasemah Kedurang berasal dari daerah Pasemah Lehar di Sumatera Selatan, dan kini mereka terutama menyebar di wilayah Kecamatan Manna. Orang Pasemah Padang Guci berasal dari daerah Lahat danTanjung Enim di Sumatera Selatan, dan kini mereka terutama menyebar di Kecamatan Manna, Kaur Utara, dan Kaur Tengah.[3]
Di wilayah "asalnya" di Sumatera Selatan, persebaran orang Pasemah dapat dilihat dari persebaran bahasa yang mereka pergunakan. Bahasa Pasemah, yang disebut juga hahasa Basemah merupakan satu dialek bahasa Melayu.
Masyarakat Suku Pasemah yang hidup di sekitar gunung Dempo sebagian besar merupakan petani dengan mengelola kebun. Tanaman pokok adalah yang terbanyak. Saat ini pun daerah ini masih menjadi sentra produksi kopi di Sumatera Selatan. Kopi Semendo adalah salah satu kopi yang paling dicari oleh para penikmat kopi. Sedangkan tanaman lainnya adalah sayuran, Kota Pagar Alam sebagai sentral sayuran sepeti kobis, wortel, cabe, daun bawang, seledri, dan lain-lain.
- Suku Basemah yang hidup di sekitar Gunung Patah di wilayah Sumatera Selatan, memiliki dua tradisi yakni matrilineal dan patrilineal. Tradisi matrilineal berlaku pada marga Semende daghat (darat).
- Meskipun memiliki dua tradisi, tapi peranan dan posisi perempuan tetap sama di keluarga maupun masyarakat. Perempuan dan laki-laki bekerjasama mengurus rumah, sawah, kebun, dan akses terhadap hutan, termasuk pula terhadap hukum adat.
- Tradisi matrilineal di marga Semende Darat sebagai simbol penghormatan terhadap alam yang mereka ibaratkan sebagai ibu. Semua kekayaan alam itu dari ibu kembali ke ibu.
- Falsafah hidup Suku Basemah yang mengatakan “tidak dapat membantu, tapi jangan merusak jadilah”. Falsafah ini sama seperti sikap alam terhadap makhluk hidup, khususnya manusia.[4]
Sistem kekeluargaan
Sistem pernikahan
Mereka mengenal kepelbagaian dalam adat perkahwinan dan penarikan garis keturunan. Dalam perkahwinan, dikenal adat ambil anak dengan adat menetap nikah matrilokal. Pada perkahwinan semacam ini pihak laki-laki tidak membayar uang jujur kepada pihak perempuan. Selain itu, ada adat ambil anak penantian dengan adat menetap nikah matrilokal. Sang suami menetap di lingkungan kerabat istri sampai anak laki-laki mereka dewasa dan berumah tangga. Berdasarkan kedua macam adat di atas, mereka menarik garis keturunan acara matrilineal.
Adat lain adalah kahwin belaki dengan adat menetap nikah patrilokal dan penarikan garis keturunan secara patrilineal. Dalam adat perkahwinan semacam ini pihak laki-laki membayar uang jujur dan biaya perkahwinan pun ditanggung pihak laki-laki. Adat lain adalah semendean dengan adat menetap nikah neolokal. Dalam sistem adat ini tidak ada uang jujur dan biaya perkahwinan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
Sistem kemasyarakatan
Orang Basemah tidak berbeza jauh dengan sistem kemasyarakatan kelompok masyarakat lain di Bengkulu. Mereka mengenal wilayah kemargaan yang dipimpin oleh seorang pasirah. Orang Pasemah umumnya adalah pemeluk agama Islam. Walaupun demikian, sisa-sisa kepercayaan lama masih terlihat dalam beberapa bidang kehidupan. Selain mempercayai adanya makhluk halus dan kekuata gaib, orang Pasemah juga menjalankan berbagai upacara adat yang dihubungkan dengan kepercayaan tersebut.[5]
Mata pencaharian hidup
Sekarang ini mata pencaharian utama suku Pasemah adalah menanam padi. Mereka mengenal dua jenis sawah, yaitu sawah tadah hujan dan sawah payau atau rawa-rawa. Berkebun kopi dikerjakan dengan cara membuka hutan. Sistem perladangan ini dilakukan dengan cara sederhana. Daerah ini juga menghasilkan buah-buahan dan sayur-sayuran. Pekerjaan lainnya adalah betemak dan menangkap ikan di sungai. Sebagian masyarakat mengenal seni kerajinan menganyam rotan dan bambu.[5]
Tradisi khas Orang Basemah
Suku basemah memiliki beberapa macam tradisi yang kaya dengan nilai-nilai adat dan budaya yang khas. Masyarakat yang umumnya berada di kota Pagar Alam tersebut sejak dulu sudah memiliki berbagai tatanan dan aturan masyarakat diantaranya adalah:
- Jujul ekuk — Dilakukan tiap 27 Ramadhan . Jujul ekor berarti "Membakar Ekor" yaitu membakar tumbukan batok kelapa yang disusun lalu dibakar.opini serta tambahan oleh penulis, adanya Jujul Ekuk pada 27 Ramadhan mengingatkan akan peristiwa Isra Miraj pada Rasullah Nabi Muhammad SAW yang tidak ada setan pencuri berita(pengekor) sedikitpun pada peristiwa tersebut.
- Gamelan Melayu — Ada dan dapat dimainkan sewaktu acara pernikahan. Meskipun sekarang sudah jarang terlihat,tetapi gemalen Jawa dan Bali masih dapat di dengar. Meskipun kepunahan satwa endemik Indonesia telah punah seperti Harimau Jawa dan Harimau Bali.
- Berayak Batak Ubur pas Malam Takbiran — Keliling desa-desa dengan tiap orang membawa obor yang terbuat dari bambu dengan minyak tanah dan bagian yang dibakar terbuat dari serabut kelapa, sebagai penerangan yang cukup ketika keliling tiap desa-desa.
- Duit Bendera Aqiqah — Merupakan buah tangan di luar rangkaian ibadah aqiqah itu sendiri, tanpa menyentuh atau mencampuri hal tersebut dalam rangkaian kegiatan aqiqah pada bayi tersebut. Konsepnya agar membuat anak kecil senang ketika orang tua pulang membawa buah tangan mirip-mirip bendera yang dijadikan bendera adalah uang yang biasanya dengan nominalnya sesuai untuk rentan usia kanak-kanak, dapat menanamkan rasa nasionalisme dari kecil dan bahagia dapat membuat bayi yang baru lahir tadi baik, meskipun anak kecil tadi belum paham apa itu mendoakan orang.
- Besingal/Bunting*(Penganten) Kecik — Tradisi pada anak perempuan dibersihkan area kemaluan dan kalau laki-laki disunat. Arti penganten bukan pengantin ,merupakan tradisi pada anak perempuan dengan rentan rata-rata usia 5 tahunan,ketika akan menginjakan usia sekolah yaitu 6-7 tahun nantinya.opini penulis lebih tepatnya melepaskan masa anak-anak dan mulai belajar menginjak usia sekolahan yang tertata dan terjadwal seperti sekolah pada umumnya,maksudnya seperti sudah tidak banyak main-main lagi ,lebih dibatasi mainnya dan mungkin istimewanya disana saya rasa. Lalu setelah dibersihkan area kemaluan tadi kemudian menggunakan pakaian adat tradisional penganten(pengantin wanita tradisional melayu), lalu menjalankan rangkaian tradisi pada biasanya dan sebagai anak yang akan menjadi sosok perempuan lalu sekolah itu merupakan suatu yang istimewa pada anak tadi. Kemudian diakhiri dengan makan bersama sebagai rasa syukur dan kekeluargaan secara bersama-sama. Tambahan juga untuk anak laki-laki yang sudah disunat juga menjalankan syukuran tersebut, kami sering menyebutnya Njamu" . Jadi apabila pembaca berada di lingkungan Basemah apabila mendengar istilah Njamu" itu bertajuk syukuran dan saling mendoakan dengan makan-makan bersama tadi.
- Sedeke Rame . Tradisi tahunan di rumah tetua atau yang dipercayai ,artinya sendiri yaitu "Sedekah Bersama" , berdasarkan untuk meningkatkan kebersamaan yang ada dan sama-sama menghargai lalu menghormati tiap hal yang ada serta bersama mengenang sejarah puyang kite. dengan tiap keluarga yang digaris keturunan 1 di rumah sana lalu keturunan 2 di rumah sana, dan berikutnya. Hal tersebut merajuk Sejarah suku dan legenda yang dikenal 7 manusia harimau, kenyataan susah terpahami terlihat dari keberadaan dan keadaan Suku Basemah itu sendiri yang dapat kita mengerti tersebar di beberapa daerah pelataran Sumatra. Dengan tiap keluarga apabila mempunyai beras lebih boleh membawa beras, membawa kelapa dipersilahkan, membawa ayam juga bisa, ataupun mau sama-sama membeli kambing juga tidak apa-apa dan dengan tetap meyembelih Atas Nama Allah SWT. Lalu ketika ingin makan bersama, maka berdoa tentu utama kemudian dibakarnya kayu gaharu atau kemenyan(syarat untuk aroma bukan ibadah pada agama atau etnis tertentu) sebagai pengharum ruangan saat makan bersama. Lebih mirip syukuran dalam agama Islam dengan rasa kebersamaan. Jauh dari kesyrikan dan dari dahulu sudah diajarkan bahkan para Walisongo pun membumi dengan tradisi yang tidak menuju Kesyirikan, saya harap daerah yang lainnya saat ini dapat mencontoh tradisi Sedeke Rame ini yang benar.
- Melagu Ringit — Ringit itu sendiri artinya rintihan dan tiap lagu dari ringit merupakan rintihan dan sikap pasrah yang dimainkan pada melodi gitar atau kecapi. mungkin ada lagi tradisi lainnya yang belum diketahui penulis, sebab penulis sendiri lahir pada era milineal. Dengan menyebarnya tiap Suku Basemah di daerah-daerah pelataran Sumatra yang telah dijelaskan maka memang filsuf yang tertanam"jangan merusak jadilah" merajuk pada sejarah dan kemarutan Ilmu Hitam saat ini. Maka dari itu pesan penulis perbanyaklah beribadah kepada yang Maha Esa.
Berdasarkan hal tersebut. Agar budaya tersebut menjadi nilai-nilai yang tahan lama, maka Budaya harus menjadi nilai-nilai yang tahan lama karena akan adanya proses internalisasi budaya. Internalisasi adalah proses menanamkan dan menumbuhkembangkan suatu nilai atau budaya menjadi bagian diri (self) orang yang bersangkutan. Penanaman dan penumbuhkembangan nilai tersebut dilakukan melalui berbagai didaktik metodik pendidikan dan pengajaran.[3] . Maka dari itu pengajaran dari Suku Basemah memang menamkan internalisasi budaya sedari dini agar ketika dewasa memiliki bagian diri(self) yang kuat tadi.
Lihat pula
Rujukan
- ^ a b c d Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia (Hasil Sensus Penduduk 2010) [Bancian Warganegara, Bangsa, Ugama, dan Bahasa Ibu Rakyat Indonesia (Hasil Banci 2010)] (dalam bahasa Indonesia), Jakarta: Central Bureau of National Statistics of the Republic of Indonesia, 2010
- ^ The Malay Lects of Southern Sumatra
- ^ a b c Melalatoa, Junus (1995). Ensiklopedi Bangsa Di Indonesia. CV. EKA PUTRA. m/s. 662. Ralat petik: Tag
<ref>
tidak sah, nama ":0" digunakan secara berulang dengan kandungan yang berbeza - ^ "Mongabay.co.id". www.mongabay.co.id (dalam bahasa Inggeris). Dicapai pada 2020-10-28.
- ^ a b Melalatoa, Junus (1995). Ensiklopedi Suku Bangsa Di Indonesia. CV. EKA PUTRA. m/s. 663.