Adipati (Jawi: اديڤاتي ; bahasa Sanskerta अधिपति, adhipati: "tuan, kepala; pengiran, raja") ialah salah satu ketua wilayah dalam hierarki pemerintahan kerajaan di Jawa dan Kalimantan. Wilayah yang dikepalai oleh seorang Adipati dinamakan Kadipaten; wilayah-wilayah tersebut kini telah menjadi sebuah kabupaten atau gabungan beberapa kabupaten sehingga dapat disamakan dengan jawatan Bupati atau Walikota.
Adipati Agung atau Haryapatih merupakan gelar yang lebih tinggi dari Adipati, sedangkan wilayah yang dikepalainya dinamakan Kadipaten Agung atau Keharyapatihan.
Kelaziman
Di Jawa
Jabatan adipati mula didapati digunapakai sejak zaman Islam dalam sejarah raja-raja di Jawa. Jabatan ini tampaknya dipakai untuk menggantikan sebutan "bhre" yang lebih dahulu dipakai pada zaman Buddha-Hindu. Adipati berbeza dengan bupati terutama dilihat dari kepentingan wilayah, luas wilayah, dan alasan strategi politik. Adipati dianggap memiliki kekuasaan lebih tinggi daripada bupati. Suatu kadipaten dapat memiliki beberapa kabupaten.
Setelah terpecahnya wangsa Mataram, wilayah Kasunanan Surakarta harus menyerahkan hampir separuh wilayahnya kepada Keadipatian (Kadipaten) Mangkunegaran (1757). Mangkunegaran merupakan keadipatian otonom, dalam arti dapat mengurus wilayah kekuasaannya tanpa harus berkonsultasi dengan Kasunanan. Hal ini merupakan suatu hal yang baru dalam sejarah kekuasaan di Jawa. Sekitar enam puluh tahun kemudian (1813), giliran Kesultanan Yogyakarta harus menyerahkan sebagian kekuasaannya untuk menjadi Keadipatian Pakualaman, yang juga bersifat otonom. Ada juga kadipaten kecil yang merdeka dengan fungsi buffer state misal Kadipaten Dayeuhluhur di perbatasan wilayah Sunda dan Jawa.
Di Kesultanan Banjar
Dalam Hikayat Banjar terdapat istilah Dipati dan Pangeran Dipati, misalnya Dipati Sukadana sebutan untuk penguasa kerajaan Sukadana, Dipati Sambas sebutan untuk penguasa kerajaan Sambas, Dipati Martapura sebutan untuk penguasa kerajaan Martapura, Dipati Ngganding seorang adipati Kotawaringin, Pangeran Dipati Anta-Kasuma, Pangeran Dipati Tuha, Pangeran Dipati Anom dan lain-lain.
Pada masa Sultan Adam, dilantik seorang keponakan permaisurinya yaitu Kiai Adipati Danu Raja, untuk memimpin Banua Lima, yang merupakan suatu wilayah keadipatian dari Kesultanan Banjar yang merupakan gabungan dari lima lalawangan/distrik/katamanggungan. Pada masa kolonial Hindia Belanda, Kiai Adipati Danu Raja tetap memimpin wilayah yang sama dan dilantik sebagai regent dengan gelar Raden Adipati Danu Raja.
Lalawangan iaitu suatu wilayah yang dipimpin Kiai Tumenggung (setara dengan jabatan bupati di Jawa).
Di Kesultanan Brunei
Sulaiman (?–1511) adalah sultan ketiga Brunei Darussalam. Pada tahun 1432, naik takhta. Sultan yang menyambung usaha membangun Kota Batu. Berusaha meluaskan penyebaran Islam, terkenal dengan nama Adipati Agong atau Sang Aji Brunei. Ia turun takhta pada tahun 1485.
Pada zaman moden
Penulisan sejarah di Indonesia adakala juga menggunakan istilah ini dalam konteks sejarah dunia Barat sebagai padanan kepada apa yang disebut sebagai gelaran Duke dalam bahasa baku mereka.