Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat ꧋ꦟꦒꦫꦶꦏꦑꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤ꧀ꦤꦤ꧀ꦔꦪꦺꦴꦓꦾꦑꦂꦡꦲꦢꦶꦟꦶꦁꦫꦡ꧀꧈ Kesultanan Yogyakarta كَسُلطَانَن ڠايَوڮِيَاكَرتَ هَادِينِيڠرَت | |||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1755–sekarang | |||||||||||
Lambang Kesultanan Yogyakarta | |||||||||||
Ibu negara | Kota Yogyakarta | ||||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Jawa 1755-1950, Belanda 1755-1811; 1816-1942, Inggris 1811-1816, Jepun 1942-1945, Indonesia 1945-1950 | ||||||||||
Agama | Islam, Kejawen | ||||||||||
Kerajaan | Monarki, kesultanan | ||||||||||
Sultan | |||||||||||
• 1755-1792 | ISKS Hamengkubuwana I | ||||||||||
• 1940-1950 | ISKS Hamengkubuwana IX | ||||||||||
• 1989-kini | ISKS Hamengkubuwana X | ||||||||||
Pepatih Dalem (Perdana Menteri) | |||||||||||
• Pertama (1755-1799) | Danureja I | ||||||||||
• Terakhir (1933-1945) | Danureja VIII | ||||||||||
Sejarah | |||||||||||
13 Februari 1755 | |||||||||||
• Menyertai Republik Indonesia | 4 Mac sekarang | ||||||||||
| |||||||||||
Sultan Yogyakarta tetap memegang kuasa penuh dan kuasa mentadbir kerajaan Negeri Yogyakarta beserta jajah takhluknya sekalipun telah menjadi bahagian daripada Kerajaan Republik Indonesia. |
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (Pegon: كَسُلطَانَن ڠايَوڮِيَاكَرتَ هَادِينِيڠرَت ) diasaskan oleh Pangeran Mangkubumi pada tahun 1755, dengan baginda digelar Sri Sultan Hamengkubuwono I. Pemerintah Hindia Belanda mengiktiraf Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat melalui kontrak politik sebagai kerajaan dengan hak pemerintahan sendiri. Akhirnya, kontrak politik kesultanan tersebut tercantum dalam Staatsblad 1941 No. 47.
Pada saat Pengisytiharan Kemerdekaan Republik Indonesia, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII menghantar sebuah telegram kepada Sukarno selaku Presiden Republik Indonesia. Telegram tersebut mencadangkan penggabungan Daerah Kesultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta serta penggabungan entiti baru itu ke dalam negara Republik Indonesia yang baru. Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII kemudian masing-masing menjadi Ketua Daerah dan Timbalan Ketua Daerah yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
Kesultanan Yogyakarta kini terletak di pusat Kota Yogyakarta.
Garis masa pembentukan kesultanan
- 1558 - Ki Ageng Pemanahan dihadiahi wilayah Mataram yang masih kosong oleh Sultan Pajang Adiwijaya atas jasanya mengalahkan Arya Penangsang. Ki Ageng Pemanahan adalah putera kepada Ki Ageng Ngenis dan cucu kepada Ki Ageng Selo, tokoh ulama besar dari Selo, kabupaten Grobogan.
- 1577 - Ki Ageng Pemanahan membina istananya di Pasargede atau Kotagede. Semasa menjadi penguasa Mataram, beliau tetap setia kepada Sultan Pajang Adiwijaya.
- 1584 - Ki Ageng Pemanahan mangkat dan dimakamkan di sebelah barat Masjid Kotagede. Sultan Pajang Adiwijaya kemudian melantik Sutawijaya, putera Ki Ageng Pemanahan, sebagai penguasa baru di Mataram. Kerana rumahnya terletak di sebelah utara pasar, Sutawijaya juga digelar "Ngabehi Loring Pasar". Bagaimanapun berbeza dengan ayahnya, Sutawijaya tidak hendak tunduk kepada Sultan Pajang Adiwijaya. Beliau ingin memiliki daerah kekuasaan sendiri, bahkan berhasrat menjadi raja di seluruh Pulau Jawa.
- 1587 - Angkatan tentera Kesultanan Pajang yang menyerang Mataram dimusnahkan oleh letupan Gunung Merapi. Sutawijaya dan angkatan tenteranya terselamat.
- 1588 - Sutawijaya menjadi sultan Kerajaan Mataram. Baginda digelar "Senapati Ingalaga Sayidin Panatagama" yang membawa pengertian Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama. Sebagai dalih kewajaran kekuasaannya, Senapati berpendirian bahawa Mataram mewarisi tradisi Kesultanan Pajang yang bererti bahawa Mataram berkewajiban melanjutkan tradisi penguasaan ke atas seluruh wilayah Pulau Jawa.
- 1601 - Panembahan Senapati mangkat dan diwarisi oleh puteranya, Mas Jolang, yang kemudian dikenali sebagai "Panembahan Seda ing Krapyak".
- 1613 - Mas Jolang mangkat dan diwarisi oleh Pangeran Aryo Martoputro. Tetapi kerana sering sakit, baginda kemudian digantikan oleh kakaknya, Raden Mas Rangsang, yang bergelar "Sultan Agung Senapati Ingalaga Abdurrahman", tetapi lebih dikenali sebagai "Prabu Pandita Hanyakrakusuma". Pada tempoh pemerintahannya, kerajaan Mataram mengalami perkembangan yang pesat dalam bidang politik, ketenteraan, kesenian, kesusasteraan, dan keagamaan. Ilmu pengetahuan seperti undang-undang, falsafah, dan astronomi juga dipelajari.
- 1645 - Sultan Agung mangkat dan diwarisi oleh puteranya, Amangkurat I.
- 1645 - 1677 - Selepas kemangkatan Sultan Agung, kerajaan Mataram mengalami kemerosotan yang luar biasa. Kemerosotan ini pada dasarnya diakibatkan oleh pertikaian dan perpecahan dalam keluarga Kerajaan Mataram sendiri yang dimanfaatkan oleh Syarikat Hindia Timur Belanda.
- 13 Februari 1755 - Puncak perpecahan terjadi, dan ditandakan dengan Perjanjian Giyanti yang memecah belah Kerajaan Mataram menjadi dua, iaitu Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Perjanjian tersebut menetapkan Pangeran Mangkubumi sebagai sultan kepada Kesultanan Yogyakarta dengan gelaran "Ingkang Sinuwun kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ingalaga Abdul Rakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah". Bagaimanapun, baginda lebih popular digelar "Sri Hamengkubuwana I".
Lihat juga
- Raja Kesultanan Yogyakarta
- Daerah Istimewa Yogyakarta
- Kadipaten Paku Alaman
- Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat
Pautan luar
- (Indonesia) Sejarah Kota Yogyakarta
Kerajaan di Jawa |
---|
0-600 (Hindu-Buddha Pra Mataram): Salakanagara | Tarumanagara | Sunda-Galuh | Kalingga | Kanjuruhan |