Sebahagian daripada siri berkaitan |
Perundangan Islam (Fiqah) |
---|
Suatu disiplin kajian Islam |
Nasab secara etimologi bererti al qorobah (kerabat), kerabat dinamakan nasab kerana antara dua kata tersebut ada hubungan dan keterkaitan. Berasal dari frasa "nisbatuhu ilaa abiihi nasaban" (nasabnya kepada ayahnya), Ibnus Sikit berkata, "Nasab itu dari sisi ayah dan juga ibu." Sementara sebahagian ahli bahasa mengatakan, "Nasab itu khusus pada ayah, ertinya seseorang dinasabkan kepada ayahnya saja dan tidak dinasabkan kepada ibu kecuali dalam keadaan luar biasa.
Beberapa peneliti kontemporari berusaha memberikan takrifan nasab dengan makna khusus iaitu kekerabatan dari jalur ayah kerana manusia hanya dinasabkan kepada ayahnya saja. (al Bashmah al Warotsiyah hal 2)
Penisbahan bin/binti di belakang nama
Peletakan nama bin (anak laki-laki) dan binti (anak perempuan) yang disertai dengan nama ayahnya setelah nama anaknya adalah sesuatu yang disyariatkan di dalam agama Islam.
Firman Allah: ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ
Ertinya: “Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka.” (QS. Al Ahzab : 5)
Di dalam ayat itu Allah swt meminta agar setiap anak dinisbahkan kepada ayahnya tidak kepada ibunya, sehingga disebut fulan bin fulan tidak fulan bin fulanah. Ketika seseorang dipanggail atau diseru ia juga dipanggil dengan,”Wahai bin fulan,” tidak “Wahai bin fulanah.”
Pada hari kiamat pun manusia akan dipanggil dengan namanya yang dinisbahkan kepada ayahnya, fulan bin fulan, sebagaimana disebutkan didalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar dari Nabi Muhammad s.a.w., ”Sesungguhnya seorang pengkhianat akan mengangkat sebuah panji untuknya pada hari kiamat. Dikatakan kepadanya, ’Inilah pengkhianatan fulan bin fulan.” (HR. Bukhori)
Ibnu Batthol mengatakan, ”Panggilan dengan ayahnya lebih senang dikenal dan lebih mengena untuk membezakannya dengan orang lain.” (Fathul Bari juz X hal 656)
Penisbahan seorang anak kepada ayahnya ini kerana ayahnya adalah pemimpin bagi isteri dan anak-anaknya baik di dalam maupun di luar rumah.
Pemeliharaan Islam terhadap nasab
Allah swt menjadikan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling kenal mengenal. Realiti berbangsa-bangsa dan bersuku-suku ini tidak akan diketahui tanpa adanya saling kenal mengenal dan interaksi kecuali dengan mengetahui nasab-nasab mereka dan memeliharanya dari ketercampuran dan kerancuan dari nasab-nasab orang selainnya…
Islam membatalkan setiap bentuk hubungan yang telah dikenal oleh sebagian umat dan masyarakat yang menyimpang dari syariat Allah yang lurus. Islam tidak membolehkan hubungan selain hubungan yang ditegakkan di atas pernikahan yang syar’i dengan berbagai persyaratan yang telah ditentukan atau memiliki budak yang juga telah ditentukan, firman-Nya,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ ﴿٥﴾ إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ ﴿٦﴾ فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاء ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ ﴿٧
Ertinya : “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu. Maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al Mukminun : 5 – 7)
Di antara pemeliharaan islam terhadap nasab adalah kecamannya yang keras terhadap berbagai pengingkaran nasab dan ancaman kepada para ayah dan ibu yang mengingkari keberadaan nasab anak-anak mereka, sikap berlepas dirinya dari anak-anak itu, atau ketika menasabkan seorang anak yang bukan dari mereka.
Sabda Rasulullah saw,”… Dan setiap laki-laki yang mengingkari anaknya padahal dia mengetahuinya maka Allah menghijab darinya pada hari kiamat serta Dia swt akan menghinakannya dihadapan orang-orang yang terdahulu dan akan datang.” (HR. Abu Daud)
Islam mengharamkan penasaban seseorang kepada selain ayahnya sebagaimana sabda Rasulullah saw yang berisi ancaman keras terhadap pelakunya, ”Siapa yang menganggap kepada selain ayahnya sedangkan dia mengetahui bahwa dia bukanlah ayahnya maka syurga diharamkan atasnya.” (HR. Bukhori)
Islam membatalkan pengangkatan anak, penasaban anak angkat kepada ayah angkatnya, setelah hal ini dianggap biasa dan tersebar di kalangan orang-orang jahiliyah pada awal-awal Islam. Allah swt berfirman :
ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ اللَّهِ فَإِن لَّمْ تَعْلَمُوا آبَاءهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ
Ertinya : “Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapa-bapa mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu.” (QS. Al Ahzab : 5)
Sumber
- Tambahan Bin/Binti pada Anak, Eramuslim.