Kesultanan Bacan كسلطانن باچن Dehe Ma-Kolano | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1322? | |||||||||
Kiri: Bendera kesultanan Kanan: Panji Sultan setelah dinaungi Belanda | |||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Bahasa Melayu Bacan | ||||||||
Kerajaan | Monarki | ||||||||
Sultan, Dehe Ma-Kolano | |||||||||
Sejarah | |||||||||
• Pendirian | 1322? | ||||||||
• Mulai menganut Islam | 1400-an | ||||||||
• Penaklukkan Belanda | 1609 | ||||||||
• Pemerintahan Swapraja diambil alih pemerintahan Kabupaten Indonesia | 1965 | ||||||||
• Dihidupkan kembali | 1983 | ||||||||
|
Kesultanan Bacan (Jawi: كسلطانن باچن ) adalah suatu kerajaan yang pernah wujud dalam Kepulauan Maluku yang muncul dengan perluasan perdagangan rempah-rempah di akhir abad pertengahan. Kerajaan ini ditubuhkan di Makian tetapi kemudiannya kerabat rajanya melarikan diri dari bencana letusan Gunung Kie Besi ke pulau Bacan. Kesultanan ini salah satu dari empat kerajaan utama Maluku (Maloko Kië Raha) selain Ternate yang utama, Tidore dan Jailolo. Pengaruh kuasa kerajaan Bacan terdiri dari Kepulauan Bacan yakni Bacan, Kasiruta, Mandioli, dll tetapi juga pengaruh berkala di Seram dan Kepulauan Raja Ampat hingga ke kawasan rantau Papua Barat moden; malah banyak ketua suku di wilayah Waigeo, Misool yang terletak di Raja Ampat dan beberapa daerah lain sempat berada di bawah administrasi pemerintahan Kesultanan Bacan.[1]
Kesultanan Bacan jatuh di bawah pengaruh kolonial Portugal pada abad ke-16 dan Syarikat Hindia Timur Belanda setelah 1609. Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, fungsi pemerintahan sultan secara bertahap digantikan oleh struktur administrasi moden. Namun, kesultanan telah dihidupkan kembali sebagai entitas budaya di masa sekarang.
Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainal Abidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Sedangkan Raja Bacan pertama yang beragama Kristen adalah Dom João. Meski berada di Maluku, wilayahnya cukup luas .
Sejarah awal
Menurut legenda yang diketahui dari abad ke-16, raja-raja Bacan, Kepulauan Papua, Banggai dan Buton merupakan keturunan dari sekumpulan telur ular yang telah ditemukan di antara beberapa batu oleh pelaut Bacan Bikusigara. Oleh kerana itu, Bacan dapat mengklaim sebagai titik awal tatanan politik Maluku. Mitos itu juga menunjuk pada hubungan awal dengan orang Papua. Namun, ada legenda yang saling bertentangan yang menyatakan bahawa Jailolo di Halmahera adalah kerajaan tertua di Maluku. Legenda ketiga berangkat dari imigran Arab Jafar Sadik yang datang ke Maluku, pada tahun 1245, dan menikahi bidadari surga Nurus Safa. Dari pasangan ini lahirlah empat orang putera yang bernama Buka, Darajat, Sahajat dan Mashur-ma-lamo, yang menjadi nenek moyang para penguasa Bacan, Jailolo, Tidore, dan Ternate. Dalam cerita ini pun, Bacan memiliki posisi yang didahulukan. Penguasa itu tetap dikenal sebagai Kolano ma-dehe, Penguasa Tanjung (yaitu dalam kaitannya dengan Ternate dan Tidore).
Pada 1521 semasa pulau tersebut disinggah rombongan Ferdinand Magellan dalam perjalanan balik selepas Magellan dibunuh di Mangatang (Mactan), Raja Alauddin I menyatakan taat setia kepada empayar Sepanyol dan Raja Carlos I disaksikan rombongan ini pada 1521 sebagai sekutu menentang Portugis yang diceritakan telah membunuh ayahandanya serta mengganggu kaum wanita seluruh kerajaannya.[2]
Senarai sultan penguasa
Nama | Masa | Keterangan |
---|---|---|
Buka | abad ke–13 | putera Jafar Sadik (legenda) |
Sidang Hasan | 1345 | |
Muhammad Bakir | –1465 | |
Sultan Zainal Abidin | 1512 | |
Raja Yusuf | –1515 | |
Sultan Alauddin I | 1520–1557 | |
Dom João | 1557–1577 | putera |
Dom Henrique | 1577–1581 | putera |
Sultan Alauddin II | 1581– 1609 | putera Dom João |
Kaicili Malito (wali penjabat) | 1609–1614 | |
Sultan Nurusalat | 1609–1649 | putera |
Sultan Muhammad Ali | 1649–1655 | putera |
Sultan Alauddin III | 1655–1701 | putera |
Sultan Musa Malikuddin | 1701–1715 | saudara |
Sultan Kie Nasiruddin | 1715–1732 | putera Alauddin III |
Sultan Hamza Tarafan Nur | 1732–1741 | keponakan |
Sultan Muhammad Sahadin | 1741–1779 | cucu Musa Malikuddin |
Sultan Skandar Alam | 1780–1788 | keponakan |
Sultan Muhammad Badaruddin, Ahmad | 1788–1797 | putera Kie Nasiruddin |
Sultan Kamarullah | 1797–1826 | keponakan |
Muhammad Hayatuddin Kornabei Syah | 1826–1860 | putera |
Sultan Muhammad Sadik Syah | 1862–1889 | putera |
interregnum | 1889–1899 | diwakilkan oleh 3 wali |
Sultan Muhammad Usman Syah | 1899–1935 | putera |
Sultan Muhammad Muhsin Syah | 1935–1983 | putera |
Sultan Alhaji Dede Muhammad Gahral Aydan Syah | 1983–2009 | putera |
Sultan Abdurrahim Muhammad Gary Ridwan Syah | 2010–sekarang | putera |
Galeri
-
Benteng Barneveld di Pulau Bacan (2020)
-
Istana Sultan Bacan (1935)
-
Masjid Sultan Bacan (2020)
-
Sultan Muhammad Usman Syah bersama gubernur Maluku Tn. van Sandick (1924)
-
Sultan Muhammad Usman (1899-1935)
Rujukan
- ^ B., Lapian, A. Bacan and the early history of North Maluku. OCLC 610792576.
- ^ Pigafetta, Antonio (1874). The first voyage round the world, by Magellan. London: Hakluyt Society, m/s. 128, 141-4.
Pautan luar
- Situs Pemerintah Halmahera Selatan
- Hati Nurani di Maloku Kie Raha Diarkibkan 2007-09-29 di Wayback Machine
- (Indonesia)- Pengadilan Agama Labuha - Bacan Diarkibkan 2013-08-18 di Wayback Machine