Kerajaan Kutai atau Kerajaan Kutai Martadipura (Martapura) yang saat ini KERAJAAN KUTAI MULAWARMAN ialah kerajaan Hindu Kutai yang memerintah Muara Kaman, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur sekitar kurun ke-4 Masihi hingga abad ke 21 Masihi. Ketika kerajaan ini diasaskan, pakar sejarah berpendapat ia bukanlah kerajaan Hindu. Namun, penggantinya yaitu Mulawarman, menganut agama Hindu.[1]
Namun, berlaku perebutan kuasa antara Kutai Martapura dan Kutai Kartanegara dari tahun 1325-1605. Anak-anak Maharja Guna Perana Tungga mula memperjuangkan Hak Kekuasaan, manakala Dewan Nala Duta yang memegang Kerajaan di Kerajaan Kutai, ibu kota di Martapura menegaskan bahawa Maha Putri Indra Dewi tidak berhak ke atas Takhta Diraja walaupun baginda menikah dengan seorang bangsawan dari Kutai Kartenegara yang berasal dari keturunan Raja Singosari (Raja Kartanegara) dan saudara Raja Majapahit (Jawa Timur) dan Kerajaan Kutai di Martapura tidak mau tunduk kepada kekuasaan Majapahit, puncaknya terjadi saat kerajaan ini tewas di tangan Kesultanan Kutai Kartanegara. Dalam peperangan tersebut, raja terakhirnya, Maharaja Dharma Setia terbunuh di tangan Raja Kutai Kartanegara iaitu Sultan Ali Pangeran Anum Panji Mendapa, sehingga dua kerajaan di Kutai iaitu Kerajaan Kutai di Martapura Muara Kaman tidak diiktiraf oleh Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Kutai Kartanegara di Jahitan Layar yang merupakan Negara Majapahit, perpecahan ini terus terjadi hingga abad abad 21, Kerajaan Kutai Kartanegara dipimpin oleh Aji Muhammad Arifin dan Kerajaan Kutai Martadipura dipimpin oleh Alpiansyah (Maharaja Srinala Praditha Alpiansyah Rechza Fachlevie Wangsawarman).
Di sini kita akan membahas kedua kerajaan ini kerana terdapat keanehan dalam sejarah ini, apakah kerajaan ini dihancurkan oleh serangan Kutai Kartanegara atau memang oleh VOC yang pada tahun 1635 merupakan masa gelap di Kalimantan Timur kerana mengalami masa peralihan kekuasaan.
Asal Mula Kerajaan Kutai Martadipura
Kerajaan Kutai Mulawarman | |||||||
|---|---|---|---|---|---|---|---|
| 350–sekarang | |||||||
| Fail:Situs Kerajaan Kutai Mulawarman Ing Martadipura | |||||||
| Ibu negara | Muara Kaman, Kalimantan Timur | ||||||
| Bahasa yang umum digunakan | Bahasa Sansekerta, Bahasa Kutai, Bahasa Indonesia | ||||||
| Agama | Hindu | ||||||
| Kerajaan | Monarki | ||||||
| Sri Maharaja, Srinala - Srinila, Nala - Nila, Tan adalah Gelar Raja-Raja Melaya memiliki makna Tahani artinya Raja dimasa kedautan Sadva Malaya yang ada memerintah tahun 17 Masehi di Muara Kaman | |||||||
• Abad 3-4 masehi | Kundungga | ||||||
• Abad 4-5 masehi | Aswawarman Mulawarman | ||||||
| Alpiansyah | |||||||
| Sejarah | |||||||
• Didirikan | 350 | ||||||
• Menjadi Wilayah Pemerintah Republik Indonesia | sekarang | ||||||
| |||||||
| Sekarang sebahagian dari | |||||||
Kerajaan ini terletak di Muara Kaman, tepatnya di Tebalai Indah atau Balarung (BALARIUNG) Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Situs Kerajaan Kutai Mulawarman Ing Martadipura ada Di Benua Lawas Berubus Muara Kaman Ulu dan disanalah Museum Lesong Batu di Bangun oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Keroton Kesultanan Kutai Kertanegara yang selesai di bangun tahun 1936 di ibukota Pemerintah Kutai Kartanegara yang sekarang menjadi Museum Negeri Mulawarman di Tenggarong.[2] Dalam prasasti Yupa yang bertarikh 400 M[3], Raja Kudungga, adalah Putra Mitroga Cucu Atwangga yang Merupakan keponakan dari Maharatu Agung Salakayana merupakan adik dari seorang raja Kerajaan Champa, bernama Rajendra atau Badrawarman I ialah pengasas kerajaan ini. Beliau mempunyai Putra menantu bernama Wangsakerta atau Maharaja Sri Aswawarman yang memiliki tiga orang putera dan salah satu puteranya ialah Maharaja Sri Mulawarman.[3] Menurut prasasti itu lagi, Mulawarman pernah menganugerahkan pendeta Brahman dua puluh ribu ekor lembu dan sebelumnya dia bersama 2 adiknya mengikuti Kurban Asmamedha yang dilasanakan oleh Aswawarman dan mereka menaklukan benyak wilayah di medan perang sehingga menjadi penguasa besar disebutkan dalam dalam prasasti yupa dengan kata pravatam sadiva malaya penguasa penakluk hebat penakluk besar dari malaya. Bagi memperingati peristiwa ini, pendeta-pendeta itu mencatatnya dalam prasasti Yupa. Mulawarman pula mempunyai seorang putera bernama Sri Nala Wangsa Warman.[3]
Pada abad ke-16, kerajaan di kuasai oleh pengaruh VOC dalam berita tercatat pada tahun 1635 datanglah Kapal VOC terdiri dari 5 buah kapal perang dan 2 buah kapal pemburu VOC memasuki sungai mahakam .[4]
Mari Kita Pahami uraian di sini didalam buku Hikayat Banjar resensi I pada bagian akhir teks bertarikh dari 1663 atau sesudahnya bagian awalnya adalah lebih lama. Teks ini sepanjang 4,787 baris (120 halaman). Edisi teks bersama penjelasan lanjut dari segi konteks sejarah budaya dan kesusteraan diterbitkan oleh ahli filologi Belanda Hans Ras pada 1968. Bagian akhir Hikayat Banjar menceritakan kemelut politik di Kesultanan Banjar yaitu perebutan kekuasaan antara Pangeran Ratu, Raden Bagus dan Pangeran Suria Nata II yang terjadi pada tahun 1663.
Menurut Hikayat Banjar dan Kotawaringin (1663), didalam hikayat bahwa negeri Kutai Kertanegara merupakan salah satu tanah di atas angin (sebelah utara) yang mengirim upeti kepada Maharaja Suryanata, raja Banjar-Hindu (Negara Dipa) pada abad ke-14 hingga kerajaan ini digantikan oleh Kesultanan Banjar.
Sekitar tahun 1620 Negeri Kutai Kertanegara berada di bawah pengaruh Kesultanan Makassar. Sehingga adanya perjanjian atara VOC dan Kesultanan Banjar tahun 1635 menyebutkan VOC membantu Banjar untuk menaklukan Paser dan Kutai untuk di kuasai kembali dalam peristiwa inilah VOC berperaan penting.
Dengan demikian sejak tahun 1636, Kutai diklaim oleh Kesultanan Banjar sebagai salah satu vazalnya karena Banjarmasin sudah memiliki kekuatan militer yang memadai untuk menghadapi serangan Kesultanan Mataram yang berambisi menaklukan seluruh Kalimantan dan sudah menduduki wilayah Sukadana (1622).
Pada tahun 1672 M Kapal VOC bernama Chialoup de Norman di kepalai oleh Kapten Poeloes de Bock beserta Kapten Pool dan Kapten Pieteraz datang lagi ke Kalimantan bagian Timur.
Pada tanggal, 23 Desember 1675 yang di sampaikan oleh VOC kepada pihak Kerajaan Belanda di Netherland, semua hal tersebut di atas merupakan isi dari laporan tersebut kita mengetahui benteng Kotanegara di Muara Kaman di hancurkan oleh VOC bukan oleh Kepangeranan Kutai Kartanegara yang saat ini di bawah kekuasaan Sultan Banjar sesuai dengan Menurut Hikayat Banjar dan Kota Waringin (1663), negeri Kutai merupakan salah satu tanah di atas angin (sebelah utara) yang mengirim upeti kepada Maharaja Suryanata Raja Banjar-Hindu (Negara Dipa) pada abad ke 14 hingga Kerajaan ini di gantikan oleh Kesultanan Banjar.
Hal tersebut terjadi ketika Kiai Martasura diutus ke Makassar dan mengadakan perjanjian dengan I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang Sultan Mahmud yaitu Raja Tallo yang menjabat mangkubumi bagi Sultan Malikussaid Raja Gowa tahun 1638-1654.
Terkait laporan Pada tanggal, 7 November 1635 M. Terjadilah peristiwa kedatangan tentara VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) dengan membawa 5 buah kapal pemburu dan 2 buah kapal bersenjata meriam dan lainya memasuki sungai Mahakam pimpinan kapal-kapal tersebut adalah Kapten Gerit Thomassen Pool, pada saat itu di Kerajaan Sagara di kutanegara Muara Kaman di Maharaja Setiya Yuda yang memerintah dalam tahun 1610-1635 M. Pembuktian peristiwa bahwa kekuasaan Kerajaan Kutai Mulawarman masih ada adalah Pada Tahun 1720 M – 1782 Didalam Nisan Makam Raja-Raja Pantun dalam Tahun 1782M diketahui beberapa Raja Memerintah di Kerajaan Pantun beribukota di Gelombang Jo (Muara Bengkal) Sungai Pantun dan ada 5 Raja tercatat memerintah sebenarnya sebelum tahun 1720 ada 2 Raja Pantun Memerintah yang merupakan anak keturunan Maharaja Sri Mulawarman yang berada di Sungai Pantun dan daftar Raja-Raja Pantun Sebagai Berikut :
1. Marga bergelar Maharaja Nata Kusuma I
2. Tan Panjang
3. Pangeran Megan bergelar Maharaja Nata Kusuma II memerintah di tahun 1720
4. Maharaja Dipati Suryamendasar
5. Raden Bongkok Raja Pantun Muara Bengkal terakhir di tahun 1782.
Pada tanggal, 20 Oktober 1756 M Ditandatanganinya perjanjian antara Kepangeranan Kutai Kertanegara dengan Sultan Banjar tentang wilayah Kutai dalam Wilayah Sultan Banjar. Karena VOC bermaksud menyatukan daerah-daerah di Kalimantan sebagai daerah kekuasaan VOC. Kepangeranan Kutai menyatakan dirinya di bawah pengaruh La Maddukelleng (Raja Wajo) yang anti VOC. Pangeran Amir, pewaris Mahkota Kesultanan Banjar yang sah di bantu pamannya Arung Turawe (kelompok anti VOC) berusaha merebut tahta tetapi mengalami kegagalan.
Senarai Penguasa
- Tan Samburakai
- Tan Mampi
- Tan Pihatu
- Tan Meretam
- Tan Tembayat
- Tan Serdang (Pemerintahan Tahani teakhir Sebagai Raja Malaya atau Pravatam Sadiva Malaya yang beralih kepada Pemerintahan Kerajaan Sagara di tahun 350M)
- Maharaja Sri Kudungga
- Maharaja Sri Aswawarman
- Maharaja Sri Mulawarman
- Maharaja Sri Nala Wangsawarman
- Maharaja Marawijaya Warman
- Maharaja Gajayana Warman
- Maharaja Wijaya Tungga Warman
- Maharaja Jaya Tungga Naga Warman
- Maharaja Nala Singa Warman
- Maharaja Nala Parana Tungga
- Maharaja Gadingga Warman Dewa
- Maharaja Indra Warman Dewa
- Maharaja Sangga Warman Dewa
- Maharaja Singa Wargala Warman Dewa
- Maharaja Candrawarman
- Maharaja Prabu Mula Tungga Dewa
- Maharatu Mayang Mulawarni (Mahaputri Pidara Putih)
- Maharaja Nala Indra Dewa
- Maharaja Indra Mulya Warman Dewa
- Maharaja Sri Langka Dewa
- Maharaja Guna Parana Dewa
- Dewan Perwalian Nala Duta (Perwalian Raja Memangku Tan Reniq)
- Maharaja Wijaya Warman
- Maharaja Indra Mulya
- Maharaja Sri Aji Dewa
- Maharaja Mulia Putera
- Maharaja Nala Pradita
- Maharaja Indra Paruta
- Maharaja Dharma Setia
- Maharaja Setiayuda
- Maharaja Setia Guna
- Srinala Prana
- Srinala Singga
- Srinala Singa Yuda
- Srinala Marta
- Srinala Mayang
- Srinala Pati Lingka
- Srinala Guna Danda
- Srinala Raja Tuha Maja
- Srinala Salong
- Srinala Kerincing Wangsa Warman
- Srinala Jamal gelar Maharaja Wangsa Dipura
- Srinila Dedong gelar Maharatu Srinila Indra Mulia Sadewi
- Srinala Maskoer gelar Maharaja Srinala Prabu Wangsawarman
- Srinila Rakni gelar Maharatu Srinila Rakni Dewi Gari
- Maharaja Srinala Praditha Alpiansyah Rechza Fachlevie Wangsa Warman (Maharaja Kutai Mulawarman
- Maharaja Muda Nala Indra Vachruca Dilaya (Putra Mahkota Maharaja Kutai Mulawarman)
Asal Mula Kerajaan Kutai Kartenegera
Kesultanan Kutai كسلطانن كوتاي كرتانݢارا ايڠ مرتاڤورا | |||||||||||
|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
| 1300–Sekarang | |||||||||||
Bendera | |||||||||||
| Ibu negara | Kutai Lama (1300-1732)Pemarangan (1732-1782)Tenggarong (1782-1936) Kota Bangun (1936-Sekarang) | ||||||||||
| Bahasa yang umum digunakan | Kutai, Melayu | ||||||||||
| Agama | Islam (resmi)KaharinganAnimisme | ||||||||||
| Kerajaan | Monarki Kesultanan | ||||||||||
| Sultan | |||||||||||
• 1300-1325 | Aji Batara Agung Dewa Sakti | ||||||||||
• 1920-1960 | Aji Muhammad Parikesit | ||||||||||
• 1999-2021 | Aji Muhammad Salehuddin II | ||||||||||
• 2018-Sampai Sekarang "Koetai Kartanegara" | Adji Muhammad Arifin | ||||||||||
| Sejarah | |||||||||||
• Didirikan | 1300 | ||||||||||
• Bergabung dengan Indonesia | Sekarang | ||||||||||
| |||||||||||
Kerajaan ini dulunya terletak di Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, namun sejak tahun 1936 ibukota Kerajaan Kutai Martadipura dipindahkan oleh Pemerintah Kutai Kartanegara semenjak keratonnya selesai dibangun dan ditempatkan di Kotabangun, Kutai Barat, Kalimantan Timur.Kerajaan Kutai Kertanegara diasaskan pada awal abad ke-13 di sebuah kawasan bernama Jaitan Layar atau Kutai Lama (kini sebuah kampung di Daerah Anggana) dengan raja pertamanya, Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300-1325). Kerajaan ini disebut dengan nama Kute dalam Kakawin Nagarakretagama (1365), yang merupakan salah satu daerah taklukan di negeri Pulau Tanjungnagara oleh Patih Gajah Mada dari Majapahit.
Pada abad ke-16, Kerajaan Kutai Kertanegara di bawah pimpinan raja Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa berjaya menakluki Kerajaan Kutai (atau juga dikenali sebagai Kerajaan Kutai Martapura atau Kerajaan Kutai Dinasti Mulawarman) yang terletak di Muara Kaman. Raja Kutai Kertanegara kemudian menamakan kerajaannya Kerajaan Kutai Kertanegara Ing Martapura sebagai perpaduan antara kedua kerajaan tersebut.
Pada abad ke-17, agama Islam yang disebarkan oleh Tuan Tunggang Parangan diterima baik oleh Kerajaan Kutai Kertanegara yang ketika itu dipimpin oleh Raja Makota. Lebih seabad kemudian, gelaran Raja digantikan dengan gelaran Sultan. Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778) adalah raja Kutai Kertanegara pertama yang menggunakan gelar Sultan. Kemudian nama kerajaan itu diubah menjadi Kesultanan Kutai Kertanegara ing Martapura.[5]
Menurut Hikayat Banjar dan Kotawaringin (1663), tanah Kutai merupakan salah satu negeri di atas bayu (utara) yang menghantar ufti kepada Maharaja Suryanata, raja Banjar-Hindu (Negeri Dipa) pada abad ke-14 hingga kerajaan ini berada. digantikan oleh Kesultanan Banjar. Sekitar tahun 1620 Kutai berada di bawah pengaruh Kesultanan Makassar. Perjanjian antara VOC dan Kesultanan Banjar pada tahun 1635 menyatakan bahawa VOC membantu Banjar untuk menakluki Paser dan Kutai semula. Maka sejak tahun 1636, Kutai diklaim oleh Kesultanan Banjar sebagai salah satu pengikutnya kerana Banjarmasin sudah mempunyai kekuatan militer yang cukup untuk menghadapi serangan Kesultanan Mataram yang mempunyai cita-cita untuk menaklukkan seluruh Kalimantan dan telah menduduki kawasan Sukadana. (1622). Sebelumnya Banjarmasin adalah vazal Kesultanan Demak (pengganti Majapahit), tetapi sejak jatuhnya Demak (1548), Banjarmasin tidak lagi mengirim upeti kepada pemerintah di Jawa. Sekitar tahun 1638 (sebelum perjanjian Bungaya) Sultan Makassar (Gowa-Tallo) meminjam Pasir dan Kutai, Berau dan Karasikan (Kepulauan Sulu/Banjar Kulan) sebagai tempat perdagangan kepada Sultan Banjar IV Mustin Billah/Marhum Panembahan dan berjanji tidak menyerang Banjarmasin. Hal ini terjadi ketika Kiai Martasura diutus ke Makassar dan mengadakan perjanjian dengan I Mangadacinna Daeng Sitaba Karaeng Pattingalloang Sultan Mahmud, yaitu Raja Tallo yang menjabat sebagai mangkubumi bagi Sultan Malikussaid Raja Gowa pada tahun 1638-1654.[6]
Senarai Penguasa
| No. | Masa | Nama Raja/Sultan | K e t e r a n g a n | |
| 1 | 1300-1325 | Aji Batara Agung Dewa Sakti | *Raja pertama Kutai Kartanegara yang mendirikan kerajaannya di Kutai Lama | |
| 2 | 1325-1360 | Aji Batara Agung Paduka Nira | ||
| 3 | 1360-1420 | Aji Maharaja Sultan | ||
| 4 | 1420-1475 | Aji Raja Mandarsyah | ||
| 5 | 1475-1545 | Aji Pangeran Tumenggung Bayabaya | ||
| 6 | 1545-1610 | Aji Raja Mahkota Mulia Alam | * Raja Kutai Kartanegara pertama yang memeluk agama Islam | |
| 7 | 1610-1635 | Aji Dilanggar | ||
| 8 | 1635-1650 | Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa ing Martapura | * Raja yang menaklukkan Kerajaan Kutai Martadipura. Raja kemudian menamakan kerajaannya menjadi Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. | |
| 9 | 1650-1665 | Aji Pangeran Dipati Agung ing Martapura | ||
| 10 | 1665-1686 | Aji Pangeran Dipati Maja Kusuma ing Martapura | ||
| 11 | 1686-1700 | Aji Ragi gelar Ratu Agung | *Ratu pertama yang memimpin Kerajaan Kutai Kartanegara | |
| 12 | 1700-1710 | Aji Pangeran Dipati Tua(Pangeran Dipati Toewa Ing Martapoera) | ||
| 13 | 1710-1735 | Aji Pangeran Anum Panji Mendapa ing Martapura | ||
| 14 | 1735-1778 | Aji Muhammad Idris | ||
| 15 | 1778-1780 | Aji Muhammad Aliyeddin | * Aji Kado melakukan kudeta dengan mengangkat dirinya sebagai Sultan Aji Muhammad Aliyeddin setelah Sultan Aji Muhammad Idris wafat di Wajo, Sulawesi Selatan | |
| 16 | 1780-1816 | Aji Muhammad Muslihuddin | *Pewaris tahta yang sah dari Sultan Aji Muhammad Idris dan berhasil menggulingkan pemerintahan Aji Kado | |
| 17 | 1816-1845 | Aji Muhammad Salehuddin | ||
| 18 | 1850-1899 | Aji Muhammad Sulaiman | ||
| 19 | 1899-1910 | Aji Muhammad Alimuddin | ||
| 20 | 1920-1960 | Aji Muhammad Parikesit | *Sultan terakhir setelah pemerintahan kesultanan berakhir pada tahun 1960 | |
| 21 | 1999-2018 | Haji Aji Muhammad Salehuddin II | *Ditetapkan sebagai Sultan Kutai pada tahun 1999 setelah Kesultanan Kutai dihidupkan kembali. Namun upacara penobatan baru dilaksanakan pada 22 September 2001 | |
| 22 | Aji Muhammad Arifin | *Ditetapkan sebagai Sultan Kutai pada tahun 2018 |
Rujukan
Lihat Juga
- ^ Sejarah Kerajaan Kutai Martadipura
- ^ Keraton Kutai Kartanegara Ing Martadipura yang pada tahun 1936 sekarang dijadikan museum Negeri Mulawarman Menapak Sejarah Silsilah Maharaja Sri Mulawarman terbitan Deepublish Cetakan Juni 2022 ISBN 978-623--02-4704-0
- ^ a b c Maklumat daripada Royal Ark
- ^ Silsilah Raja Kutai Martadipura
- ^ Sutrisno Kutoyo [ed], Sejarah Daerah Kalimantan Timur, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah 1976/1977, 1978.
- ^ Johannes_Jacobus_Ras, Hikayat Banjar terjemahan dalam Bahasa_Malaysia oleh Siti_Hawa_Salleh, Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka, Lot 1037, Mukim Perindustrian PKNS - Ampang/Hulu Kelang - Selangor Darul Ehsan, Malaysia 1990








